“Ruh-ruh itu adalah tentera-tentera yang selalu siap siaga, yang telah saling mengenal maka ia (bertemu) dan bersatu, sedang yang tidak maka akan saling berselisih (dan saling mengingkari)”. (HR. Muslim)
Inilah karektor roh dan jiwa manusia, ia adalah tentera-tentera yang selalu siap siaga, kesatuaannya adalah kunci kekuatan, sedang perselisihannya adalah sumber bencana dan kelemahan. Jiwa adalah tentera Allah yang sangat setia, ia hanya akan dapat diikat dengan kemuliaan Yang Menciptakanya. Allah berfirman yang artinya:
“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, nescaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. 8:63)
Dan tiada satupun ikatan yang paling kokoh untuk mempertemukannya selain ikatan akidah dan keimanan. Imam Syahid Hasan Al Banna berkata:“Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan rohani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokoh ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, sedangkan perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran”. (Risalah Ta’lim, 193)
Sebab itu, hanya dengan kasih mengasihi kerana Allah hati akan bertemu, hanya dengan membangun jalan ketaatan hati akan menyatu, hanya dengan meniti di jalan dakwah ia akan berpadu dan hanya dengan berjanji menegakkan kalimat Allah dalam panji-panji jihad fi sabilillah ia akan saling erat bersatu. Maka sirami taman persaudaraan ini dengan sumber mata air kehidupan sebagai berikut:
1. Sirami dengan mata Air Cinta dan Kasih sayang
Kasih sayang adalah fitrah semulajadi dalam jiwa setiap manusia, siapapun memilikinya sesungguhnya ia memiliki segenap kebaikan dan siapapun yang kehilangannya sesungguhnya ia ditimpa kerugian. Ia menghiasi yang mengenakan dan ia menistakan yang menanggalkan. Demikianlah wasiat manusia yang agung akhlaknya.Taman persaudaraan ini hanya akan subur oleh ketulusan cinta, bukan sikap bermuka-muka dan kemunafikan. Taman ini hanya akan hidup oleh kejujuran dan bukan sikap selalu membenarkan. Ia akan tumbuh berkembang oleh suasana nasihat menasihati dan bukan sikap tidak peduli, ia akan bersemi oleh sikap saling menghargai bukan sikap saling menjatuhkan, ia hanya akan mekar bunga-bunga tamannya oleh budaya menutup aib diri dan bukan saling menelanjangi. Hanya ketulusan cinta yang sanggup mengalirkan mata air kehidupan ini, maka saringlah mata airnya agar tidak bercampur dengan iri dan dengki, tidak keruh oleh hawa nafsu, egoisme dan emosi, suburkan nasihatnya dengan bahasa empati dan tumbuhkan penghargaannya dengan kejujuran dan keikhlasan diri. Maka nescaya ia akan menyejukkan pandangan mata yang menanam dan menjengkelkan hati orang-orang kafir (QS.48: 29).
2. Sinari dengan cahaya dan petunjuk jalan
Bunga-bunga tamannya hanya akan mekar merekah oleh sinar mentari petunjuk-Nya dan akan layu kerana tertutup oleh cahaya-Nya. Maka bukalah pintu hatimu agar tidak tertutup oleh sifat kesombongan, rasa kagum diri dan penyakit merasa cukup. Sebab ini adalah penyakit umat-umat yang telah Allah binasakan. Dekatkan hatimu dengan sumber segala cahaya (Al-Quran) nescaya ia akan menyedarkan hati yang terlena, mengajarkan hati yang bodoh, menyembuhkan hati yang sedang sakit dan mengalirkan energi hati yang sedang letih dan kelelahan. Hanya dengan cahaya, kegelapan akan tersibak dan kepekatan akan memudar hingga tanpak jelas kebenaran dari kesalahan, keikhlasan dari nafsu, nasihat dari menelanjangi, memahamkan dari mendikte, objektivitas dari subjektivitas, ilmu dari kebodohan dan petunjuk dari kesesatan. Sekali lagi hanya dengan sinar cahaya-Nya, jendela hati ini akan terbuka. “Maka apakah mereka tidak merenungkan Al Quran ataukah hati mereka telah terkunci”. (QS. 47:24)
3. Bersihkan dengan sikap lapang dada
Minima cinta kasih adalah kelapangan dada dan maksimanya adalah itsar (mementingkan orang lain dari diri sendiri) demikian tegas Hasan Al Banna. Kelapangan dada adalah modal kita dalam menyuburkan taman ini, sebab kita akan berhadapan dengan beragam orang, dan “siapapun yang mencari saudara tanpa salah dan cela maka ia tidak akan menemukan saudara” inilah pengalaman hidup para ulama kita yang terungkap dalam bahasa kata untuk menjadi pedoman dalam kehidupan. Sikap berlapang dada akan melahirkan sikap selalu memahami dan bukan minta difahami, selalu mendengar dan bukan minta didengar, selalu memperhatikan dan bukan minta perhatian, dan belumlah kita memiliki sikap berlapang dada yang benar bila kita masih selalu memposisikan orang lain seperti posisi kita, meraba perasaan orang lain dengan radar perasaan kita, menyelami logik orang lain dengan logik kita, maka berlapang dada menuntut kita untuk lebih banyak mendengar dari berbicara, dan lebih banyak berbuat dari sekadar berkata-kata. “Tidak sempurna keimanan seorang mukmin hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya”. ( HR. Bukhari Muslim)
4. Hidupkan dengan Ma’rifat
Hidupkan bunga-bunga di taman ini dengan berma’rifat kepada Allah dengan sebenar-benar ma’rifat. Ma’rifat bukanlah sekadar mengenal atau mengetahui secara teori, namun ia adalah pemahaman yang telah mengakar dalam hati kerana terasah oleh banyaknya renungan dan tadabbur, tajam oleh banyaknya zikir dan fikir, sibuk oleh aib dan kelemahan diri hingga tak ada sedikitpun waktu tersisa untuk menanggapi ucapan orang-orang yang jahil terlebih menguliti kesalahan dan aib saudaranya sendiri, tak ada satupun masa untuk menyebarkan informasi dan berita yang tidak akan menambah amal atau menyelesaikan masalah terlebih menfitnah atau menggosip orang. Hanya hati-hati yang disibukkan dengan Allah yang tidak akan dilenakan oleh Qiila Wa Qaala (banyak bercerita lagi berbicara) dan inilah ciri kedunguan seorang hamba sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah apabila ia lebih banyak berbicara dari berbuat, lebih banyak bercerita dari beramal, lebih banyak berangan-angan dan bermimpi dari beraksi dan berkontribusi. “Di antara ciri kebaikan Keislaman seseorang adalah meninggalkan yang sia-sia”. ( HR. At Tirmidzi).
5. Tajamkan dengan cita-cita Kesyahidan
“Pasukan yang tidak punya tugas sangat berpotensi membuat kekacauan” inilah pengalaman medan para pendahulu kita untuk menjadi sendi-sendi dalam kehidupan berjamaah ini. Kerinduan akan syahid akan lebih banyak menyedut tenaga kita untuk beramal dari berpangku tangan, lebih berkompetisi dari menyerah diri, menyibukkan untuk banyak memberi dari mengoreksi, untuk banyak berfikir hal-hal yang pokok dari hal-hal yang cabang. “Dan barang siapa yang meminta kesyahidan dengan penuh kejujuran, maka Allah akan menyampaikanya walaupun ia meninggal di atas tempat tidurnya”. ( HR. Muslim)
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah bersatu berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepadaMu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru (dijalan)-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahay-Mu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma’rifat-mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.
Amin…
No comments:
Post a Comment