Syaikh Ihab Syaihah, pemimpin Partai Ashalah Mesir yang juga berafiliasi pada komunitas Salafi selain Partai An Nur, menyampaikan pernyataan dan pandangannya tentang Ikhwanul Muslimin Mesir. Ia mengaku memiliki beberapa pandangan yang berbeda dengan Ikhwanul Muslimin, namun juga mengakui kelebihan Ikhwanul Muslimin.
“Aku tidak pernah melihat anak-anak dibina dengan doktrin bahwa menolong agama Allah adalah menjadi falsafah dan tujuan hidup mereka seperti anak-anak didik Ikhwanul Muslimin. Walaupun harus kuakui aku berbeda pendapat dalambeberapa hal dengan mereka. Kekagumanku pada Ikhwan ini sampai-sampai menggiringku dan istriku berniat untuk menggabungkan anak-anak kami agar dibina ditengah-tengah tarbiyah (pendidikan) pembinaan Ikhwanul Muslimin. Hal ini karena kami kaum Salafi merasa telah kehilangan manhaj tarbiyah (pedoman pendidikan) dalam pembinaan yang selama ini hanya kami batasi dalam kesalafian saja,” ujarnya.
Selain itu, ia juga kagum pada kepribadian DR Muhammad Al Baltaji, juru bicara Ikhwanul Muslimin yang keras dan tegas terhadap rezim junta militer Mesir.
“Sering kukatakan kepada saudaraku tercinta al akh DR Muhammad Al Baltaji dari Ikhwanul Muslimin bahwa jika seandainya jamah Ikhwan punya sepuluh orang saja seperti beliau pasti keadaan Ikhwan akan jauh lebih baik lagi tentunya dari sekarang. Itu menurutku. Pasti arus suara Ikhwan yang revolusionis akan melengkapi suara-suara yang bertahan dan pasif,” kata anggota Koalisi Nasional untuk Legitimasi ini.
“Akhi Al Baltaji, engkau memang orang yang luar biasa!” pujinya kepada tokoh Ikhwan yang putrinya ditembak sniper rezim junta dan kini ia sendiri berada di penjara rezim.
Syaikh DR Ihab Syihah juga menyatakan penyesalannya di masa lalu yang selalu mengkritik keras kepemimpinan presiden terpilih DR Muhammad Mursi.
“Dulu aku sering mengkritik keputusan-keputusan presiden Mursi dengan sangat pedas, mudah-mudahan Allah segera membebaskan beliau,, akan tetapi beliau selalu merangkul kami menerima kami, walaupun kata-kata kasar selalu terlontar terhadap beliau. Sekarang setelah segala pengkhianatan militer ini dan semakin jelasnya kenyataan bahwa kejadian ini semua telah diskenariokan jauh-jauh hari atas beliau (setelah pelengseran husni Mubarak), maka wajib hukumnya atasku untuk memohon maaf kepada presiden Mursi atas semua sikapku pada beliau,” katanya.
Ia juga memuji keteguhan Ikhwan dalam menghadapi rayuan rezim junta militer sekaligus kezhaliman mereka atas jamaah Ikhwan.
“Sejak dibentuknya Koalisi Nasional Untuk Mendukung Pemerintahan Konstitusional (pro Mursi), semua anggotanya – aku termasuk salah satunya- sempat merasa sangat khawatir bahwa Ikhwanul Muslimin akan memilih sikap menyetujui atau bersedia berunding dan menerima kesepakatan dengan kaum pengkudeta, walapun kesepakatan tersebut mungkin dibawah standar tuntutan-tuntutan kami. Kami pernah bersikeras untuk duduk bersama memastikan bahwa tidak berhak satu pihak pun dalam Koalisi Nasional untuk melakukan kesepakatan atau melakukan pertemuan dengan pihak manapun kecuali dengan kesepakatan anggota Koalisi ini. Namun setelah semua kejadian ini nampak dengan nyata bagi kami bahwa Ikhwanul Muslimin tidak bergeming dan menyalahi sejengkalpun kesepakatan yang sudah kami buat bersama, walaupun kami tahu bahwa merekalah yang paling merasakan kepedihan dan intimidasi setelah kudeta terjadi, dengan banyaknya para syuhada, orang-orang yang terluka dan yang tertangkap yang berasal dari kalangan mereka.”
Redaktur: Shabra Syatila
No comments:
Post a Comment